Setiap insan manusia, pasti memiliki banyak ujian di dalam hidupnya. Sebagian akan menganggap hal tersebut sebagai masalah yang membebani, sedangkan sebagian lagi akan melihatnya dari sudut pandang yang lebih positif, sebagai tantangan yang harus dimenangkan. Seringkali ujian-ujian tersebut menghabiskan energi kita untuk berpikir dan untuk merasa, hingga lelah melanda. Pada saat itu terjadi, pikiran dan perasaan sangat penuh, dan jalan keluar terasa buntu, yang ingin dilakukan adalah “LUAPKAN!!”
Namun, Luapkan kemana? Biasanya kita luapkan dengan curhat kepada orang lain yang dapat kita percaya. Kita ingin didengar dengan sepenuh hati, tulus dan ikhlas, tanpa dihakimi. Menumpahkan semua kepenatan pikiran dan perasaan hingga lega dan plong. Namun kadangkala, pada saat curhat kita malah sering mendapatkan wejangan atau nasihat yang panjang (walau bermaksud baik, memotivasi dan memberikan jalan keluar). Padahal ada kalanya saat itu kita hanya ingin benar-benar didengar.
Saya sendiri banyak meluapkan dengan cara menulis. Karena dengan menulis, saya dapat mengekspresikan segala rasa marah, sedih, takut, kuatir, kecewa dengan bebas. Tulisan sebagai media bisu yang selalu “mendengarkan” tanpa mengomentari atau menghakimi. Hingga puas, hingga lega, hingga pikiran serta perasaan dapat jernih kembali, untuk kemudian memutuskan langkah yang akan diambil. Solusi lain? Saya teringat dengan proses coaching.
Dalam proses coaching, setelah rasa percaya tercipta, Coach harus mampu hadir dan mendengarkan Coachee-nya. Mendengarkan dengan segenap hati, dengan tulus dan ikhlas, tanpa menghakimi, tanpa menasehati. Mendengar semua permasalahan Coachee, dan kegalauan hatinya. Kekuatan mendengar yang menumbuhkan kepekaan terhadap apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh Coachee. Kekuatan dan kepekaan mendengar untuk mendapakan pemahaman terhadap situasi, kondisi, emosi, dan hal-hal yang tersirat dari Coachee. Kekuatan dan kepekaan mendengar yang menghasilkan pertanyaan-pertanyaan bermakna, serta membawa Coachee pada pencerahan terhadap permasalahan yang dihadapi.
Di sisi lain, Coachee merasa didengar dengan setulus hati, dapat meluapkan segala pemikiran dan rasa, tanpa merasa dihakimi atau dinasehati. Saat bercerita, kadang sedih, kadang marah, kadang kecewa, kadang bingung. Emosi dan pikiran terombang-ambing namun begitu mengalir, dengan bantuan pertanyaan-pertanyaan dari sang Coach . Dan sampai di suatu titik, cerita itu menghasilkan sendiri jalan keluarnya dan sebuah kelegaan. Jawaban atas segala kegundahan yang ada. Kelegaan atas peluapan tanpa penghakiman, karena ada yang mendengarkan.
Author : Henny Wang